Radar Sulteng
PALU – Komisi Penilai Amdal Sulteng menyidangkan Amdal PT Sarana Transnaker, kemarin. Sidang Amdal ini terkait dengan rencana pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kepala sawit di tiga kecamatan, yaitu Kasimbar, Tinombo dan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) dengan luas 38.241 Ha. Pembangunan perkebunan itu telah mendapatkan izin dari Bupati Parimo 15 September 2010.
Sidang kemarin dipimpin kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sulteng, Syahrial Labelo SH, MSi dan dihadiri kuasa Direktur PT Sarana Transnaker, H Tjabani. Syahrial mengatakan, selesai dalam tahap sidang komisi Amdal, maka perusahaan akan menyempurnakan laporan sesuai usulan saat sidang nanti. “Selanjutnya akan diterbitkan suratkeputusan kelayakan lingkungan hidup dari Gubernur Sulteng,” ujar Syahrial.
PT Sarana Transnaker akan membangun perkebunan kelapa sawit menggunakan pola kemitraan didasarkan atas perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan petani dengan system bagi hasil 80 persen ke perusahaan dan 20 persen ke petani.
Kepala Bidang Amdal, Ir Muhlis Lamboka MM mengatakan, hal-hal teknis dibahas dalam sidang. Mengingat lokasi kegiatan berbatasan langsung dengan kawasan hutan maka perlu membuat buffer zone antara lokasi perkebunan sawit dengan kawasan hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, rekontruksi batas untuk mengetahui patok kawasan hutan dengan pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Parigi Moutong secara intensif terhadap kegiatan perusahaan. Ini untuk menghindari tumpang tindih lahan.
Perusahaan juga diwajibkan merekrut tenaga kerja dengan menggunakan tenaga kerja lokal sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait mulai dari tingkat desa sampai provinsi. “Usulan yang berkembang itu sesuai dengan saran peserta rapat di antaranya camat di tiga kecamatan, para kepala desa dan termasuk tokoh masyarakat dan LSM,” ujar Muhlis.
Selain itu, perlu juga bagi perusahaan untuk mengantisipasi pencurian kayu atau penjarahan hutan pada hutan lindung karena lokasi kegiatan berdekatan dengan hutan lindung.
Untuk menghindari dampak kerusakan lingkungan, perusahaan diwajibkan melakukan pengelolaan limbah B3 (oli bekas ) yang lebih cermat dan harus ada yang berkompeten terhadap limbah B3 tersebut, bukan diberikan kepada masyarakat yang butuh.(bar)
0 komentar:
Posting Komentar