Home | Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sumbangan Sawit Terhadap PDB USS 2 miliar per tahun.

Pemerintah yakin moratorium tebang hutan tidak menghambat ekspansi pengusaha kelapa sawit. Pemerintah juga tetap mendorong pengusahaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit melalui ketentuan inti dan plasma.
Hal ini membantah anggapan bahwa pengusaha kelapa sawit dirugikan akibat pemberlakuan moratorium tebang hutan yang dirilis pekan lalu. Pengusaha hutan, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto, dipersilakan menggunakan 12 juta hektare lahan telantar.
Selain itu, pemerintah menyediakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Campuran, yang bisa digunakan untuk usaha kelapa sawit, karet, kopi, ataupun produksi sejenisnya. "Jumlahnya sekitar 9 juta hektare, tersebar di Sumatera, Sulawesi, dan kalimantan," ujarnya, akhir pekan lalu.
Seperti diketahui, aturan moratorium tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Ajam Primer dan Lahan Gambut. Inpres disusun setelah ada letter of intent (LoI) antara pemerintah Indonesia dan Norwegia yang ditandatanganipada 26 Mei 2010.
LoI yang disebut juga sebagai Moratorium Oslo itu merupakan kerja sama untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan Indonesia dijanjikan mendapat kompensasi USS 1 miliar.
Ia menduga, pengusaha kelapa sawit yang memprotes terbitnya Instruksi Presiden tentang Moratorium Tebang Hutan tidak mau menggunakan lahan-lahan alternatif yang disediakan pemerintah. Alasannya, pengusaha tidak mau berurusan dengan masyarakat sekitar ihwal kewajiban ganti rugi lahan.
"Kalau mereka mau buka kebun sawit baru, harus berkolaborasi dengan masyarakat. Biaya ganti rugi lahannya jadi mahal. Sedangkan hutan primer kan kosong, jadi lebih murah," katanya, akhir pekan lalu.
Hal ini menanggapi pesi-misme yang dilontarkan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono sebelumnya. Dari hitungannya, Indonesia berpotensi kehilangan peluang ekspansi perkebunan kelapa sawit hingga 300 ribu hektare, dari keadaan normal di mana negara bisa melakukan ekspansi hingga 600 ribu hektare.
Kehilangan potensi itu, menurut dia, setara dengan minimal 4 juta ton crude palm oil (CPO) selama 2 tahun moratorium. Padahal setahun pendapatan negara atau produk domestik bruto dari 2 juta ton CPO mencapai USS 2 miliar.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor sawit selama 11 bulan pertama tahun lalu mencapai USS 11,73 miliar. Dari sisi investasi, Indonesia akan kehilangan potensi Rp 60 juta per hektaredari 200-300 ribu hektare lahan sawit yang tak bisa diperluas per tahun.
Pengusaha juga akan mengajukan surat permohonan pada pemerintah untuk membuat aturan khusus mengenai penggunaan hutan yang terdegradasi atau terlantar. Sebab, dari luas 30 juta hektare lahan terdegradasi itu, hanya 4-5 juta hektare yang bisa dipakai untuk perkebunan sawit.
Sementara itu, anggota Komite Ekonomi Nasional, Hermanto Siregar, menyatakan diberlakukannya kebijakan itu bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha untuk bisa mengoptimalkan produksi kelapa sawit meski terhambat masalah ekspansi lahan."Pengusa-ha menjadi tertantang untuk lebih keras berusaha demi menciptakan usaha berkelanjutan."
Sumber: Republika

0 komentar:

Posting Komentar

 

Foto saya
palu, palu/sul-teng, Indonesia
D/A. Jl. Lasoso No 17A Kecamatan Palu Barat Kota Palu, Sul-Teng kelurahan Kabonena 94227 Telp (0451)460 723

KANTOR PERWAKILAN

JL. Mesjid II No 17
pejompongan-Jakarta Pusat 10210
Telp: 08111555287
email : rinirini.darsono@gmail.com